CERPEN PENDIDIKAN
oleh :
Mendulang Harta
Hari panas terik.
Sang
surya bersinar dengan ganasnya. Membuat ubun-ubun terasa mendidih. Aris
mempercepat langkah menuju rumahnya. Akhirnya sampai juga. Dia duduk
melepas lelah sambil membuka sepatunya.
‘’Huh, lega rasanya,’’ ia menghela napas dan beranjak masuk ke dalam.
Baru saja melangkahkan kaki ke dalam rumah, ia menemukan uang berserakan
di lantai.
‘’Hah, uang apa pula ini Mak,’’ katanya heran. Tentu saja dia heran. Di
zaman serba sulit ini uang dibiarkan berserakan di lantai begitu saja.
‘’Untung aku bukan maling yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah,’’
pikirnya nakal.
“Uang punya Mak. Berikan sama Mak. Bapak mau keluar,’’ sahut bapak.
‘’Hmm, Mak sudah punya uang sekarang. Jadi, aku bisa minta uang untuk
membayar uang les dan LKS,’’ pikirnya.
‘’Maaak, Oo Maaak,’’ panggil Aris.
‘’Ada apa Ris. Ganggu orang saja kamu ini,’’ kata maknya jengkel.
Lalu Aris menyerahkan uang tersebut pada maknya. Ia menjelaskan bahwa
uang les dan LKS-nya belum dibayar. Sedang pihak sekolah sudah beberapa
kali menagihnya. Tapi bukannya diberi uang, dia malah dimarahi oleh
maknya.
‘’Saya heran dengan sekolah kamu itu. Banyak sekali tetek bengek yang
harus dibayar. Kan ada dana BOS. Untuk apa dana BOS itu? Sudahlah, tidak
usah kamu sekolah. Buang-buang uang saja. Sekarang karet itu tidak
berharga, tahu?’’ Katanya dengan muka merah menyala.
Aris sudah menjelaskan bahwa dana BOS itu tidak mencukupi, karena
sekolahnya hanya sekolah swasta dan banyak memakai tenaga honor. Tapi
maknya tidak mau tahu dengan semua itu. Dia malah menyuruh Aris cari
uang sendiri. Kemanakah uang kan dicarinya? Ah, Emak tak mengertilah
dengan pendidikan. Padahal pendidikan itu sangat penting. Dengan
pendidikan kita akan bisa menatap masa depan yang gemilang.
‘’Buat apa kamu sekolah? Lihat itu hah, banyak yang sekolah tinggi, tapi
akhirnya cuma jadi pengangguran, kan? Jadi buat apa sekolah?’’ tambah
maknya lagi.
Aris lebih memilih diam dari pada menjawab omongan maknya. Ia
menyayangkan kenapa maknya mempunyai pola pikir yang terbelakang seperti
itu? Sekarang orang berlomba-lomba mencari ilmu, tapi mak malah
melarangnya.
‘’Mak... mak, mengapa Emak lebih suka mengumpulkan uang, beli emas, dan
membanggakan diri pada orang lain dari pada menyekolahkan kami anak-anak
mak. Itu akan lebih bermanfaat,’’ gumamnya dalam hati.
Aris sudah lelah mendengarkan omelan emaknya itu. Dia keluar dan pergi
entah ke mana.
Sedangkan si Lina, adiknya baru saja pulang dari sekolah SMP yang tidak
jauh dari rumahnya. Setibanya di rumah, mak menyuruhnya mandi dan
berpakaian yang bagus. Tidak biasanya mak seperti ini. Ternyata si Lina
akan dilamar oleh Pak Anto duda kaya yang tinggal di desa sebelah. Tentu
saja Lina menolak dengan keras semua itu. Namun, mak tetap bersikeras
dengan kemauannya. Ia sama sekali tidak memikirkan bahwa anaknya itu di
bawah umur untuk menikah. Apalagi akan dinikahkan dengan seorang duda.
Ah, benar-benar tidak masuk akal.
Emak sudah terpengaruh oleh harta. Mak bilang, ia iri pada teman-teman
arisannya yang kaya dan hidup mewah. Sedangkan mak tidak punya apa-apa.
Mak ingin menabung untuk menggapai semua itu. Kalian tidak usah sekolah.
Hanya menambah beban saja.
Hari-hari berikutnya, Aris tak lagi bersekolah. Ia berhenti dan bergaul
dengan teman-temannya yang tidak sekolah. Sebenarnya hati kecilnya
selalu sedih tiap kali melihat teman-temannya bersekolah. Tapi apa mau
dikata, mak sudah tidak mau lagi menyekolahkannya.
Setiap kali ia ikut teman-temannya dan tampaknya ia juga mulai
terpengaruh oleh teman-teman baru itu. Sedangkan mak sudah tidak peduli
lagi dengannya. Ia sibuk mengumpulkan harta, apalagi sekarang ia telah
punya menantu kaya.
Waktu terus berjalan. Aris semakin terjerumus dalam kehidupan yang tidak
memiliki masa depan. Ia telah berubah. Hingga suatu hari dengan
tergopoh-gopoh, Enda temannya Aris datang dan memberitahukan pada Emak
kalau Aris ditangkap polisi tadi malam. Tapi sekarang ia dirawat di
rumah sakit. Overdosis katanya. Habis pesta sabu-sabu.
Bagai guntur di siang bolong, Emak dan bapak kaget bukan kepalang. Tapi
apa mau dikata. Itu salah mereka, mereka yang menginginkan anaknya
seperti itu. Mak menangis-nangis menyesali perbuatan dan siapnya yang
tak mau menyekolahkan anaknya itu.
‘’Sudahlah Nur, mudah-mudahan Aris lekas sembuh dan kita bisa kumpul
lagi seperti dulu. Akan kita bina keluarga kita. Biarlah kita hidup
sederhana, asalkan hati dan keluarga kita bahagia,’’ kata Bapak dengan
mata berkaca-kaca, ia berusaha menenangkan hati mak.
‘’Bapak benar, kini mari kita bina dan songsong keluarga sakinah,’’ kata
mak mantap.
Sumber : http://xpresi-riaupos.blogspot.com/2009/01/mendulang-harta-cerpen-pendidikan.html
0 komentar:
Post a Comment